Coba baca paragraf dibawah ini:
Menurut soearng peenilti di Cmabrigde Uinervtisy, bgaamiana pun uurtan huurf pdaa sbeuah ktaa, ynag treepnting adlaah huurf pretmaa dan treahkir ada di tmeapt ygan tpeat. Ssiayna dpaat tak treautr smaa skeali dan egnaku msaih dpaat mmebcaayna tnapa msaalah. Ini dsibebaankn oatk mnausia tdiak mmebcaa hruuf dmei hruuf, tteapi mmebcaanya sbeagai sbeuah ktaa sceraa kseulurhan dan oatk dpaat mngeeanli ktaa tersebut.
Saya berani bertaruh, bahwa anda tidak akan terlalu sulit membacanya. Penyebabnya ada di dalam teks itu sendiri. Otak kita dirancang untuk menciptakan makna apa yang kita amati. Kita melihat pola yang akrab – sebuah kata – di setiap kata yang diacak hurufnya. Kita tidak mengatur kembali huruf itu secara logis karena secara intuitif kita “melihat” pola yang benar dan makna yang sesungguhnya.
Kalau paragraf diatas diibaratkan dalam sebuah proses bisnis, apa yang menarik?
Mungkin dengan “teori” diatas juga bisa menjelaskan bahwa Intuisi adalah proses merangkai pola-pola pengalaman yang sudah pernah dilalui oleh sesorang.
Semua orang sudah pasti memiliki intuisi. Namun pertanyaannya, seberapa cepat & tepat orang tersebut dalam mengenali hal-hal yang akan terjadi? Ini bukan proses asal menebak, tapi karena otak sudah merangkai dan menyamakan dengan pola-pola yang sudah pernah dialaminya.
Keberhasilan pengenalan pola mampu meningkatkan kemampuan dalam mengenali lebih banyak pola di masa depan.
Saya berpendapat, intuisi ini lebih didominasi oleh “jam terbang” seseorang pada bidangnya. Seorang pengusaha yang dikatakan bertangan dingin, seolah semua usaha yang dijalaninya pasti berhasil, pastilah mempunyai intusi bisnis yang kuat.
Saya punya seorang teman yang sudah lama berbisnis grosir beras. Saking tingginya “jam terbangnya”, untuk mengenali kualitas suatu beras dia cukup hanya melihat bungkusnya saja.
Atau seorang teman yang sudah malang melintang di bisnis cetak, dalam keadaan mata ditutup-pun bisa membaca jenis dan ukuran ketebalan kertas suatu brosur!
Dalam beberapa waktu terakhir ini, saya juga sedang melatih intuisi saya terutama dalam mengenal lebih dalam rekanan baru yang mau bekerjasama dengan perusahaan saya. Belajar dari pola-pola sebelumnya dalam mengenali rekanan yang baik dan buruk, saya sekarang sudah lebih jeli sewaktu melakukan tahap “perkenalan” dengan rekanan yang baru. Setidaknya dari cara bicara, bahasa yang digunakan, penampilan dan proses mudah tidaknya transaksi yang akan dilakukan akan ada penilaian lebih lanjut yang memutuskan “otak kecil” untuk memberi penilaian apakah rekanan tersebut masuk kategori baik, sedang (harus hati-hati) atau buruk (jangan melakukan kerjasama).
Saya kira, kaum enterpreneur memiliki intuisi yang lebih karena mereka lebih terbiasa dalam mengambil keputusan-keputusan penting karena kondisi pasar yang tidak dapat ditebak. Dan yang saya tahu, kebanyakan para enterpreneur yang memiliki “jam terbang” tinggi, dalam mengambil keputusan seringkali keluar jalur namun tetap menggunakan akal sehat yang kadang prosesnya sederhana, ngaco, tidak beraturan, tetapi benar dan masuk akal.
Saya tahu hal itu, karena saya sering melakukannya !