Lagi asyik menenggelamkan diri dalam buku keren yang berjudul “Immortal Brands” oleh Hamish Pringle. Buku ini, teman-teman, penuh dengan pemikiran dan wawasan tentang bagaimana merek bisa bertahan dan berkembang dalam jangka panjang. Salah satu bab yang paling menarik perhatian saya adalah tentang arsitektur merek.
Arsitektur merek adalah kerangka pikir yang dipakai oleh perusahaan untuk mengatur dan memanajemen merek-merek milik mereka. Kalau anda pernah berpikir bahwa semua merek dalam sebuah perusahaan diciptakan dengan cara yang sama, well, you’re wrong!
Ada empat jenis utama arsitektur merek, yaitu “House of Brands”, “Endorsed Brands”, “Sub-brands”, dan “Branded House”. Setiap jenis arsitektur merek ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kira-kira, model mana yang paling cocok buat bisnis anda?
Pertama, ada “House of Brands”. Bayangkan rumah besar yang di dalamnya ada banyak kamar, dan di setiap kamar ada penghuni yang berbeda-beda. Nah, itu gambarannya. Perusahaan besar seperti Procter & Gamble itu mirip rumah besar tadi, di mana di dalamnya ada banyak merek yang beroperasi secara independen, seperti Pampers, Gillette, Pantene, dan lain-lain.
Keuntungannya, tiap merek bisa memiliki identitas dan target pasar sendiri. Kalau misalnya salah satu merek ada masalah, merek lainnya masih bisa berjalan lancar. Tapi, karena tiap merek berjalan sendiri-sendiri, susah buat perusahaan untuk membuat sinergi antar merek.
Kedua, ada “Endorsed Brands”. Bayangkan bintang film yang mendukung aktor pendukung dalam filmnya. Perusahaan induk, seperti Nestle, memberikan dukungan kepada merek-merek di bawahnya, seperti KitKat, Nescafe, dan Maggi.
Keuntungannya, merek-merek di bawahnya bisa manfaatkan reputasi baik dari perusahaan induk. Tapi, kalau misalnya perusahaan induknya ada masalah, bisa berdampak negatif juga ke merek-merek di bawahnya.
Ketiga, ada “Sub-brands”. Perusahaan induknya menciptakan merek-merek tambahan yang punya hubungan erat. Contohnya Coca-Cola Zero dan Diet Coke, yang merupakan sub-merek dari Coca-Cola.
Keuntungannya, perusahaan bisa memperluas jangkauan merek utama dengan menciptakan merek tambahan. Tapi, kalau misalnya salah satu sub-merek ada masalah, bisa berpengaruh juga ke reputasi merek utama.
Keempat, ada “Branded House”. Bayangkan rumah yang setiap sudutnya memiliki warna dan hiasan yang seragam. Contohnya Apple, di mana semua produk mereka menggunakan merek Apple.
Keuntungannya, perusahaan bisa membangun merek perusahaan yang kuat dan konsisten. Tapi kalau misalnya ada masalah, bisa berpengaruh langsung ke semua produk atau layanan.
Nah, setelah membaca penjelasan di atas, mungkin anda bisa mulai berpikir, model mana yang paling cocok buat bisni anda?