Mau Jadi Enterpreneur? Bersiaplah Merasa “Sendirian”

posted in
on
by

Malam itu, udara dingin menyelimuti kota. Di sebuah kedai kopi kecil yang nyaman, duduk seorang pengusaha muda dengan semangat membara. Matanya berbinar-binar saat menjelaskan ide bisnisnya—sebuah konsep yang menurutnya bakal menjadi jackpot besar. Dia sudah mengerjakan hampir 80% dari idenya dan siap meluncurkannya dalam waktu dekat. Malam itu, dia mengundang saya untuk ngopi bersama, hanya untuk satu tujuan: sharing ide bisnisnya dan mendengarkan pandangan saya dari sudut lain.

Namun, ada sesuatu yang terasa berbeda di matanya. Meski penuh antusiasme, ada rasa kesendirian yang samar-samar terlihat. Sepertinya, perjalanan menuju ide besar ini tidak semudah yang dia gambarkan. Dia tampak seperti seseorang yang telah berjuang sendirian, mencoba memecahkan teka-teki tanpa banyak bantuan dari orang lain. Setiap kali dia berbicara tentang visi besarnya, ada nada kerinduan akan seseorang yang bisa benar-benar memahami apa yang sedang dia lakukan. Di dunia entrepreneur, hal seperti itu memang sering kali menjadi bagian dari perjalanan.

Kamipun akhirnya berdiskusi panjang lebar tentang ide-idenya. Saya mendengarkan dengan seksama, mencoba memahami setiap detail dari rencananya. Namun, saya juga tak bisa menutup mata dari fakta bahwa ada beberapa hal yang mungkin belum terpikirkan olehnya. Dalam diskusi itu, saya ingat nasihat Sam Cempluk, “kadang-kadang kita butuh seseorang untuk mengingatkan kita tentang hal-hal yang kita abaikan karena terlalu dekat dengan masalahnya.” Guru bisnis dan kehidupan saya itu selalu punya cara unik untuk membuat saya sadar akan sudut pandang yang luput dari perhatian.

Setelah dia bercerita tentang semua konsep bisnisnya malam itu, dia tampak merasa lega. Matanya yang awalnya penuh beban kini sedikit lebih ringan, seolah beban di pundaknya mulai terangkat sedikit demi sedikit. Dia menghela napas panjang, lalu berkata dengan nada pelan, “Sebelum pertemuan malam ini, saya merasa sangat pusing. Bukan hanya karena tekanan menjelang peluncuran, tapi juga karena tidak ada orang yang benar-benar bisa saya ajak bicara tentang semua ini. Kepala saya rasanya seperti dipenuhi ribuan suara yang saling berteriak, tapi tak ada satu pun telinga yang mau mendengarkan.” Dia berhenti sejenak, menatap cangkir kopinya yang hampir kosong, sebelum melanjutkan, “Saya tahu ide ini besar, tapi semakin besar idenya, semakin sulit mencari orang yang bisa benar-benar memahami apa yang saya pikirkan.”

Pikiran seorang entrepreneur berbeda dengan kebanyakan orang. Mereka melihat peluang di mana orang lain melihat rintangan. -SAMDK

Cerita malam itu mengingatkan saya pada satu hal penting: menjadi seorang entrepreneur berarti harus siap untuk terbiasa sendirian. Ketika memutuskan untuk mengejar mimpi besar, kesendirian sering kali menjadi teman setia. Pikiran seorang entrepreneur berbeda dengan kebanyakan orang. Mereka melihat peluang di mana orang lain melihat rintangan. Mereka bertindak ketika orang lain masih ragu. Namun, di balik semua itu, ada harga yang harus dibayar—kesendirian.

Sam Cempluk pernah menggambarkan dunia entrepreneurship sebagai mendaki gunung sendirian. “Kamu lihat pemandangan yang indah, tapi cuma kamu yang tahu betapa berat jalannya sampai ke sana,” katanya suatu sore di teras rumahnya. Kata-kata itu selalu terngiang-ngiang di kepala saya setiap kali melihat seseorang yang baru memulai perjalanan sebagai entrepreneur. Dunia entrepreneur memang tidak ramai. Bahkan, sering kali sunyi.

“Kamu lihat pemandangan yang indah, tapi cuma kamu yang tahu betapa berat jalannya sampai ke sana,” – Sam Cempluk

Dalam sebuah survei global, hanya sekitar 2% dari populasi yang memilih untuk menjadi entrepreneur. Angka itu cukup mencengangkan, mengingat begitu banyaknya mimpi dan ambisi yang tersebar di dunia ini. Namun, ketika ditelusuri lebih dalam, mereka yang memutuskan jalan ini ternyata memiliki pola pikir yang berbeda. Pola pikir yang tidak selalu mudah dipahami oleh kebanyakan orang. Mereka melihat dunia dengan cara yang unik, namun sering kali merasa kesepian karena tidak ada yang benar-benar mengerti.

Guru saya itu pernah berbagi pemikiran yang membuat saya terdiam. “Orang-orang suka lihat hasil akhirnya, tapi jarang yang mau tahu prosesnya. Makanya, jangan heran kalau kamu merasa sendirian. Karena yang ngerasain proses itu cuma kamu.” Betapa benarnya kata-kata itu. Kesendirian pertama datang dalam bentuk sosial. Ketika seseorang memutuskan untuk mengejar mimpi besar, lingkaran pertemanan sering kali mulai menyusut. Teman-teman lama yang dulunya begitu dekat tiba-tiba terasa asing. Mereka mungkin tidak mengerti kenapa waktu luang lebih sering dihabiskan untuk bekerja daripada berkumpul. Mereka mungkin juga tidak paham kenapa percakapan sering kali berputar pada ide-ide bisnis atau strategi pasar. Pada akhirnya, mencari teman curhat pun menjadi tantangan tersendiri. Siapa yang akan benar-benar mendengarkan tanpa menghakimi? Siapa yang akan mengerti ketika bicara tentang tekanan yang datang dari target penjualan atau krisis arus kas?

Dan ketika sukses pun, kesendirian tetap ada. Ada momen ketika pencapaian besar dirayakan, tapi di balik senyum lebar itu, ada perasaan bahwa tidak semua orang benar-benar memahami apa yang telah dilalui. Mereka hanya melihat hasil akhirnya, tanpa tahu betapa panjang dan berliku jalannya. Kadang-kadang, ucapan selamat terdengar hambar karena orang-orang di sekitar tidak sepenuhnya menyadari arti dari pencapaian tersebut. Lalu, siapa yang bisa diajak berbagi kebahagiaan tanpa merasa harus menjelaskan semuanya dari awal?

Namun, yang lebih sulit lagi adalah kesendirian saat gagal. Kegagalan adalah bagian dari perjalanan seorang entrepreneur, tapi tidak semua orang siap mendengarnya. Saat kehilangan proyek besar atau ketika bisnis mengalami penurunan, rasanya seperti berdiri di tepi jurang tanpa ada yang menawarkan tangan. Orang-orang mungkin memberikan nasihat, tapi jarang yang benar-benar hadir untuk mendengarkan tanpa syarat. Di saat-saat seperti ini, kesendirian terasa begitu nyata—seolah-olah dunia berjalan normal, sementara langkah kaki terasa begitu berat.

Ada satu kalimat yang pernah disampaikan oleh Sam Cempluk guru saya itu, yang selalu saya ingat di momen-momen seperti ini. “Di setiap kegagalan, ada hikmah yang menanti untuk dipahami. Kegagalan adalah cermin yang hanya bisa dilihat oleh mereka yang berani menatapnya. Orang lain hanya melihat bayanganmu yang jatuh, tapi hanya kamu yang tahu apa yang tercermin di dalamnya” Betapa bijaknya kata-kata itu. Kesendirian dalam kegagalan adalah ujian yang paling berat, tapi juga yang paling berharga.

Ada juga kesendirian yang lebih halus, yang sering kali luput dari perhatian. Misalnya, ketika harus membuat keputusan sulit tanpa ada yang bisa diajak berdiskusi. Atau ketika visi besar terasa begitu jauh, sementara orang-orang di sekitar tampak puas dengan zona nyaman mereka. Ada saat-saat ketika perasaan ingin menyerah muncul, tapi tidak ada yang bisa benar-benar memahami alasan untuk terus maju.

Namun, di balik semua kesendirian itu, ada sesuatu yang unik. Ada kebebasan dalam kesendirian. Kebebasan untuk menentukan jalan sendiri, untuk belajar dari setiap kegagalan, dan untuk menikmati setiap kemenangan dengan caranya sendiri. Kesendirian bukanlah hukuman, melainkan bagian dari proses. Proses untuk menjadi lebih kuat, lebih bijaksana, dan lebih tangguh.

Guru saya itu pernah menasehati saya di salah satu sore yang tenang, “Sendirian itu bukan soal sepi. Sendirian itu soal bagaimana kamu bisa jadi teman terbaik buat dirimu sendiri. Kalau kamu bisa jadi sahabat buat dirimu, kamu enggak akan pernah merasa benar-benar sendirian.” Betapa dalam makna dari kata-kata itu. Kesendirian bukanlah musuh, melainkan sahabat yang mengajarkan banyak hal.

Maka, bagi mereka yang sedang mempertimbangkan untuk melangkah ke dunia entrepreneurship, bersiaplah untuk merasakan kesendirian. Tapi ingatlah, kesendirian bukan berarti kehilangan. Ini adalah ruang untuk berkembang, untuk menemukan diri sendiri, dan untuk menciptakan sesuatu yang berarti. Dunia entrepreneur memang tidak selalu ramai, tapi di dalam kesunyiannya, ada keindahan yang hanya bisa dirasakan oleh mereka yang berani melangkah.

Jadi, apakah sudah siap untuk memulai perjalanan ini? Biarkan hati yang menjawab. Dan ingatlah pesan dari Sam Cempluk, “Kalau kamu yakin, jalan aja. Allah selalu punya cara untuk menunjukkan jalan-Nya. Yang penting, jangan pernah berhenti berusaha.”

#CatatanReflkeksiDiri

Sam Cempluk adalah pribadi yang hangat, bijaksana, dan rendah hati—seorang mentor kehidupan dan bisnis yang membawa cahaya tanpa pernah berusaha menjadi sorotan. Ia mendengarkan dengan penuh empati, seolah setiap kata yang kita ucapkan adalah sesuatu yang berharga baginya. Nasihatnya selalu sederhana namun mendalam, disampaikan dengan nada suara yang tenang dan penuh keramahan, seringkali diselipi humor ringan yang membuat percakapan terasa begitu akrab. Sam Cempluk memiliki cara unik untuk tidak memberikan jawaban langsung; ia lebih suka mengajukan pertanyaan reflektif atau bercerita tentang pengalaman hidupnya yang menggugah kesadaran kita untuk menemukan jawaban sendiri. Ia percaya bahwa setiap orang memiliki cahayanya masing-masing, dan tugas kita hanyalah menyala pelan-pelan, cukup untuk menerangi satu langkah ke depan. Baginya, kebijaksanaan bukanlah tentang teori besar, melainkan tentang hal-hal kecil yang bisa kita bagi dengan tulus kepada sesama.

Ebook SamDK

About The Author

SamDK

Bagi saya menulis merupakan bagian dari proses pembelajaran. Orang belajar biasanya akan membuat catatan-catatan bagi dirinya sendiri. Blog ini, sesungguhnya merupakan “catatan pribadi” yang kadang bersumber dari pengalaman pribadi atau sekedar meresume sebuah buku yang sedang dibaca agar tak lupa. Seperti quote favorit saya dari Ali bin Abi Thalib yang mengatakan “Ikatlah ilmu dengan menuliskannya”.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *