Darwin E. Smith mungkin bukan CEO yg terkenal (atau mungkin karena dia tidak ingin dikenal?). Namun karirnya menjadi CEO di perusahaan Kimberly-Clark, sebuah perusahaan kertas tua yang sangat tidak menarik, membuat namanya menjadi ulasan Jim Collins dalam bukunya Good to Great!. Dalam kendali Smith, Kimberly-Clark mampu diubahnya menjadi perusahaan hebat yang mengalahkan Scott Paper, Procter & Gambler dan mengalahkan perusahaan besar lainnya seperti Coca-Cola, HP, 3M dan bahkan General Electric! Smith adalah contoh klasik CEO level 5 (tertinggi) yg membaurkan kerendahan hati dengan kemauan profesional yg kuat.
Menurut Jim Collins, Pemimpin level 5 adalah mereka yg tidak menonjolkan diri, sederhana, rendah hati, tegas dan tidak mengenal takut, dan yg terpenting adalah mereka tidak pernah membiarkan egonya mendapat kesempatan menghalangi ambisinya yg utama untuk membuat perusahaan yg dipimpinnya menjadi hebat dan bertahan lama.
CEO hebat lainnya, Colman Mockler yg menjadi pemimpin Gilette dari 1975-1991. Mockler secara jitu menolak pengambialihan saham oleh Revlon dan Coniston Partners, meski saat itu bisa mendapat keuntungan saham yg berlipat-lipat. Mockler tetap yakin akan kehebatan Gilette di masa depan, meski sebenarnya dia akan mengantongi uang yg besar saat perusahaan itu dijual, karena dia memiliki saham di Gilette. Keputusan Mockler ternyata benar, Gilette makin sukses dan nilai sahamnya makin tinggi. Hingga pada 1991, Forbes menampilkan foto tim Gilette pada sampul majalahnya, dan bukannya foto Colman Mockler. Mockler tetap rendah hati, menjauh dari publisitas yg berlebihan, dan malah merasa senang melihat dirinya digambarkan sebagai versi perusahaan.
Colman Mockler dan Darwin Smith adalah CEO level 5 yang memberi contoh sifat utama : ambisi paling utamanya adalah untuk kesuksesan perusahaan daripada kekayaan sendiri apalagi sekedar ketenaran pribadi.
Sebaliknya, pemimpin pembanding (istilah Jim Collins begitu), lebih memikirkan reputasi mereka sendiri untuk kehebatan pribadi, dan seringkali gagal menyiapkan perusahaan untuk jangka panjang. Beberapa bahkan mempunyai sindrom “anjing paling besar” dimana mereka tidak peduli dengan anjing lainnya dalam kandang, yang penting mereka adalah yg paling besar.
Salah satu yg dijadikan contoh adalah Lee Lacocca yang memang berhasil menyelamatkan Chrysler dari jurang kehancuran dan akhirnya masuk dalam sejarah perusahaan Amerika. Sahamnya naik 2,9x lipat di pertengahan masa jabatannya. Namun, kemudian dia mengalihkan perhatian untuk membuat dirinya sebagai CEO paling terkenal dalam sejarah bisnis Amerika. Wall Stret Journal mencatat Lacocca muncul dalam berbagai acara, menjadi bintang dalam 80 iklan hingga menerima pemikiran untuk ikut andil dalam perebutan kursi presiden Amerika.
Lacocca-pun mempromosikan buku otobiografinya secara luas dan mengangkat statusnya sebagai bintang rock, membuat dia dikerumuni jutaan penggemarnya. Dalam masa paruh kedua jabatannya, saham Chryslerpun anjlok 31% dibawah harga pasar. Sangat disayangkan, Lacocca sulit meninggalkan panggung utama dan melepaskan jabatan eksekutifnya. Dia berkali-kali menunda pensiunnya, dan saat pensiunnya dia menuntut dewan direksi terus menyediakan pesawat jet pribadi dan menawarkan saham khusus kepadanya. Chrysler mengalami masa kejayaan dalam 5 tahun setelah Lacocca pensiun, namun perusahaan ini tetap gagal bertahan lama dan harus dijual ke perusahaan Jerman.
Jim Collins dalam penuturannya menyebut bahwa terdapat 2 kategori manusia: mereka yg mempunyai bakat menjadi pemimpin (CEO) level 5 dan yang tidak. Para CEO di level 5 selalu menjadikan pekerjaan adalah hal yg pertama dan paling utama dibandingkan ketenaran, kekayaan, pujian dan kekuasaan. Pun mereka lebih mengaitkan sebagian sukses mereka pada “keberuntungan”, bukan kehebatan pribadinya.
Sebagai pemilik perusahaan, tentu saja kita ingin mencari CEO “sempurna” seperti yg Jim Collins katakan diatas, namun dimana mencarinya? Rasanya perlu effort yg sangat keras, karena para CEO level 5 tidak pernah mengatakan dirinya adalah sosok yg hebat atau sosok yg paling berjasa bagi perusahaan sebelumnya. Dan lagipula mereka pasti sibuk bekerja, bukan mencari ketenaran di panggung …
Keren dan menginspirasi, belum tuntas baca bukunya