Sawang Sinawang

Suatu ketika, saya menerima tamu seorang rekanan pengusaha besar dari Jakarta. Rekanan saya ini kira-kira usianya sekitar 40an, namun bisnisnya sudah menggurita. Mulai dari perkebunan, percetakan, kontraktor dan lain-lainnya. Saya merasa ‘kecil‘ sekali, apalagi waktu itu kantor saya masih jadi satu dengan rumah kontrakan yang saya tempati. Dan hal ini secara terang-terangan saya sampaikan kepada beliau ‘Maaf pak, kalau kantor saya masih kecil sekali, saya baru merintis usaha ini beberapa bulan yang lalu’. Lalu beliau menjawab sambil tersenyum ‘sama saja mas, jangan sesekali mas melihat usaha saya kelihatannya enak sekali, semua itu hanya sawang sinawang…’.

Dan seperti biasa, kebanyakan setiap saya bertemu dengan rekanan-rekanan saya yang rata-rata pengusaha skala besar, mereka banyak memberikan ‘ilmu-ilmunya’ tanpa sungkan.

Sawang Sinawang dalam bahasa jawa, yang kurang lebih artinya ‘rumput tetangga selalu tampak lebih hijau dari halaman kita’ adalah salah satu ‘lubang jebakan‘ saat kita memulai bisnis. Saat mengawali bisnis, rasanya peluang memang ada dimana-mana. Belum lagi kalau melihat seorang teman yang ‘tampak’ sukses dengan bisnisnya. Rasanya ingin segera kita membangun bisnis yang sama dengan teman tadi, agar setidaknya bisa ‘sama-sama’ sukses, atau kalau bisa lebih sukses dari teman tadi. Jebakan ‘sawang sinawang’ ini banyak membuat jatuh bila pondasi bisnis yang kita lakukan belum kokoh.

Dulu, sewaktu saya membangun bisnis toko komputer, sering sekali saya terjebak dalam jebakan ini. Bisnis toko komputer belum stabil, sewaktu melihat teman yang berbisnis software house langsung tertarik. Dalam benak saya lalu muncul sawang sinawang kalau bisnis software itu koq ternyata lebih enak daripada bisnis jualan hardware. Jualan software tidak banyak modalnya, dan karena hanya jasa maka profitnya bisa 100%. Dan tanpa ba-bi-bu, saya ikut-ikutan bisnis software house.

Tak lama lagi, ketika melihat seorang teman yang berbisnis web design, sayapun merasa bahwa bisnis ini lebih enak daripada bisnis software house. Sama-sama di bidang jasa, namun web design tidak membutuhkan teknik pemrograman yang lebih rumit daripada software house. Dan lagi-lagi, saya ikut-ikutan terjun ke bisnis ini.

Tercatat 3 bisnis yang saya jalani saat itu. Dan karena sama-sama tidak mempunyai pondasi yang kokoh, semula bertujuan ingin menciptakan multiple income yang terjadi malah banyak loss income hehehe…

Jebakan ‘sawang sinawang’ pada saat memulai bisnis saya kira pasti dialami hampir semua orang. Melihat ‘rumput hijau’ bisnis orang lain selalu tampak lebih segar. Tapi awas, itu hanya permukaan luarnya saja. Yang biasanya dilihat adalah cerita-cerita ‘enaknya’ saja. Profitnya, cara kerjanya dsb. Dalamnya? ya sama saja dengan bisnis kita. Maka saat kita terjun ke bisnis tersebut, yang terjadi ternyata malah kita tidak siap dengan hal-hal ‘buruk’nya yang tidak tampak di permukaan tadi.

Belum lagi, dengan memulai bisnis baru kita harus memulainya lagi dari nol.
Jadi mengapa kita (yang baru memulai bisnis) cepat tergiur dengan bisnis orang lain?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *