“Brand Me”

Bab “Brand Me” dalam buku Jeff Fromm mengeksplorasi bagaimana Generasi Z atau Pivotals melihat diri mereka sebagai merek pribadi utama, melebihi merek-merek besar seperti Nike, Apple, atau Starbucks. Generasi ini adalah manajer merek alami, mengelola identitas pribadi dan profesional mereka secara online dengan tujuan untuk cocok dan menonjol dalam takaran yang tepat. Konsep “Brand Me” tidak sepenuhnya bersifat narsisistik seperti yang mungkin terlihat pada generasi selfie; lebih kepada keinginan Generasi Z untuk dimengerti dan dilihat. Mereka memahami bahwa kesan pertama kini melampaui penampilan fisik dan mencakup citra online yang harus dikurasi dengan cermat untuk mewakili siapa mereka sebenarnya.

Sorry Nike, Apple, Starbucks, Google and, well . . . every other brand on the planet. No matter how hard you try, you’ll never be the Pivotal generation’s most beloved brand. That coveted spot is occupied by the most significant brand of all: ME.

Gen Z

Generasi Z terbuka terhadap pengalaman baru dan ide-ide, dan mereka melihat merek pribadi yang berkembang sebagai cara terbaik untuk menunjukkan keunikan, keaslian, dan layaknya pujian, terlepas dari tahap kehidupan mereka. Media, bagi mereka, bukan hanya portal untuk menyampaikan iklan atau mempromosikan merek; cara berpikir tersebut dianggap usang dan menjadi alasan kegagalan banyak merek. Generasi Z mencari merek yang dapat meningkatkan persepsi mereka tentang diri sendiri, menuntut pengalaman yang disesuaikan dengan kebutuhan individu mereka.

Pivotals sangat menghargai individualitas dan ingin dilihat sebagai unik. Hampir sepertiga remaja menyatakan mereka lebih suka dianggap unik daripada atribut lainnya. Mereka menginginkan merek yang membantu mereka mengelola dan mengkurasi “Brand Me,” menolak ide membayar untuk menjadi billboard berjalan dengan logo merek yang besar dan mencolok. Merek seperti Abercrombie & Fitch, yang sukses dengan pakaian bermerek berat, mengalami penurunan penjualan karena perubahan preferensi ini.

Generasi Z menghadapi tantangan dalam menciptakan identitas pribadi di dunia yang penuh dengan informasi dan terbatas dalam kemampuan mengonsumsinya. Mark Schaefer, penulis dan direktur Schaefer Marketing Solutions, menekankan bahwa dalam lingkungan seperti ini, merek yang paling manusiawi akan menang. Strategi konten harus bersifat asli dan jujur, tidak mencoba memberitahu Generasi Z apa yang mereka ingin dengar, tetapi berbagi suara sebenarnya, membangun koneksi nyata dan membuat mereka merasa didengar dan dihargai.

Perubahan dari memakai label merek menjadi merek personal ini menantang merek untuk mengambil logo mereka dari sorotan dan membiarkan citra individu bersinar. Pivotals tidak menghindar dari tantangan, bahkan ketika dihadapkan dengan penurunan citra diri. Sebagai contoh, Essena O’Neill mengambil kendali dan terjun langsung ke dalamnya, menunjukkan bagaimana individu Generasi Z mengambil kendali atas “Brand Me” mereka.

Bab ini menggarisbawahi pentingnya merek memahami dan memanfaatkan kekuatan “Brand Me” dalam Generasi Z. Merek harus mendukung, memberdayakan, dan bahkan berkolaborasi dengan individu untuk membantu mereka mengelola identitas pribadi mereka, menciptakan strategi pemasaran yang benar-benar resonan dengan generasi ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *