Kematian Brand Milenial

Apa Itu Brand Milenial?

Brand milenial merujuk pada merek yang dirancang dan dipasarkan untuk memenuhi selera, nilai, dan gaya hidup generasi milenial—generasi yang lahir antara awal 1980-an hingga pertengahan 1990-an. Pada masa jayanya, brand milenial memanfaatkan tren estetika minimalis, palet warna pastel, tipografi sederhana, serta pendekatan pemasaran yang sangat berfokus pada identitas digital dan media sosial. Mereka juga sering kali mengusung narasi tentang nilai-nilai seperti keberlanjutan, pengalaman pelanggan yang dipersonalisasi, dan keterlibatan sosial.

Ciri khas brand milenial adalah bagaimana mereka mengubah produk sehari-hari—seperti kasur, koper, atau produk kecantikan—menjadi sesuatu yang tampak unik dan menarik secara visual. Contohnya adalah merek seperti Koala (furniture), yang memanfaatkan strategi pemasaran digital dan estetika yang bersih dan netral untuk menjadikan produk-produk biasa seperti kasur terlihat eksklusif. Hal yang sama terjadi pada merek-merek seperti Goto di kategori skincare atau July di kategori bagasi.

Mengapa Brand Milenial Menonjol di Masanya?

Brand milenial memanfaatkan momen ketika generasi milenial berada di puncak konsumsi dan mencari produk-produk yang “mewakili” mereka. Merek-merek ini tidak hanya menjual produk, tetapi juga gaya hidup dan pengalaman. Mereka sering kali mengandalkan kemudahan transaksi digital, interaksi sosial yang tinggi melalui media sosial, serta visual yang konsisten dan menarik untuk membangun loyalitas pelanggan. Karena milenial cenderung mengonsumsi konten secara lebih visual dan statis—misalnya, melalui Instagram—brand-brand ini mengoptimalkan estetika yang mudah diingat dan konsisten di berbagai platform digital.

Namun, hiper-estensialisasi ini—yakni upaya untuk membuat produk biasa tampak lebih penting daripada yang sebenarnya—menjadi kelemahan jangka panjang mereka. Banyak brand milenial tidak memiliki narasi atau konsep yang jelas di balik desainnya selain mencoba terlihat bagus di media sosial. Mereka lebih berfokus pada tampil menarik daripada menawarkan nilai atau keunggulan kompetitif nyata. Produk mereka mungkin bagus, tetapi pendekatan ini lebih mengandalkan estetika daripada substansi.

Kenapa Era Brand Milenial Telah Berakhir?

Seiring waktu, strategi visual yang netral, bersih, dan pastel mulai kehilangan daya tariknya. Milenial yang dulu menjadi target utama brand-brand ini sekarang sudah beranjak ke tahap kehidupan yang lebih matang—mereka bukan lagi mahasiswa atau fresh graduates yang terobsesi dengan estetika Instagram. Mereka kini menginginkan lebih dari sekadar visual indah dan narasi sosial yang klise. Sebaliknya, mereka mencari produk dan brand yang lebih otentik, bermakna, dan memberikan nilai nyata.

Selain itu, generasi baru (Gen Z) yang kini menjadi target pasar memiliki preferensi yang berbeda. Mereka lebih menyukai konten yang dinamis, otentik, dan eksentrik, jauh dari estetika minimalis yang terlalu disusun. Mereka menginginkan brand yang bisa beradaptasi dengan cepat, serta yang tidak takut untuk menonjol dengan suara yang kuat dan unik.

Brand milenial sering kali dianggap terlalu “aman” dan “lemah” dalam pendekatan suaranya. Mereka mencoba menjadi pilihan terbaik dengan membuat semuanya terlihat mudah diterima oleh semua orang. Tetapi dalam lingkungan yang kompetitif saat ini, menjadi generik justru membuat mereka kehilangan identitas dan relevansi. Hal ini membuat banyak dari mereka terlihat sebagai “produk satu zaman,” yang sukses pada masanya, tetapi kini mulai memudar karena tidak mampu berinovasi atau mengikuti perubahan selera konsumen.

Apa yang Salah dengan Brand Milenial?

Masalah utama brand milenial adalah bahwa mereka terlalu bergantung pada estetika sebagai pilar utama strategi mereka. Sementara estetika yang bagus bisa menarik perhatian, itu bukanlah strategi jangka panjang. Ketika konsumen berubah, begitu pula preferensi mereka, dan brand yang hanya menawarkan wajah indah tanpa esensi atau tujuan yang jelas akan tertinggal. Generasi milenial sekarang berada dalam posisi untuk membuat keputusan pemasaran, dan mereka yang memahami perubahan ini akan beralih dari pendekatan superfisial menuju branding yang lebih kuat, relevan, dan otentik.

Brand yang bertahan dalam perubahan ini adalah brand yang tidak hanya terlihat bagus, tetapi juga memiliki ide yang jelas, tujuan yang kuat, dan produk yang benar-benar memberikan nilai nyata kepada konsumen. Mereka yang gagal beradaptasi akan tertinggal, karena konsumen kini menginginkan lebih dari sekadar estetika yang cantik—mereka menginginkan produk yang memiliki dampak nyata dalam kehidupan mereka.

Kesimpulan: Era Brand Milenial Telah Usai

Brand-brand milenial yang dulunya berhasil karena estetika yang menarik kini harus menghadapi kenyataan bahwa visual yang indah bukan lagi segalanya. Konsumen menginginkan sesuatu yang lebih dinamis, lebih otentik, dan lebih bermakna. Brand milenial telah kehilangan relevansi karena terlalu fokus pada penampilan luar tanpa menciptakan hubungan yang lebih mendalam dengan konsumennya. Sekarang, saatnya bagi brand untuk berpikir ulang tentang strategi mereka dan menciptakan nilai yang benar-benar beresonansi dengan audiens modern. Era brand milenial memang sudah berakhir, dan jalan ke depan adalah menciptakan sesuatu yang lebih dari sekadar estetika.

Catatan tentang #BrandMilenial ini saya tulis setelah mendengarkan podcast dari seorang ahli brand bernama EugBrand

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *