Obrolan dengan sang guru bisnis

Kali ini postingan saya tentang obrolan ringan namun seru dengan salah satu guru bisnis saya yang sangat luar biasa. Seperti yang dikatakan Anthony Robbins, setiap atlet perlu didampingi pelatih hebat agar bisa menjadi atlet hebat berprestasi, demikan juga dalam berbisnis harus ada mentor hebat agar bisnis kita juga jadi hebat.

Karena ini hanya tulisan dari obrolan ringan dengan sang Guru Bisnis sebagai trigger di otak saya agar tidak lupa, maka bahasanya juga saya sesuaikan dengan cara bicara beliau. Obrolannya juga kadang tidak berurutan dan cenderung lompat-lompat karena memang seperti itulah suasana santai kami sewaktu mengobrol.

Pak B (begitu panggilan saya terhadap beliau), menurut anda apa kesalahan  yang paling sering dilakukan dilakukan oleh pebisnis pemula seperti saya ini?

Di level UKM, kesalahan paling vital adalah seringnya tidak mempunyai bisnisplan yang jelas. Sehingga dengan tidak adanya bisnisplan maka ‘pemetaan’ langkah kita akan sulit. Bagaimana bisa kamu melihat prospek bisnismu dalam 3 – 5 tahun kedepan kalau tidak ada bisnisplan yang jelas?

Wah kalau mau bisnis harus bikin bisnisplan bisa-bisa saya jadi takut berbisnis dong Pak B?

Betul, di level bisnis kecil bolehlah tidak usah membuat bisnisplan dulu. Yang penting jalan dulu. Tapi saat usaha sudah lancar, wajib hukumnya membuat bisnisplan agar bisnismu tambah lancar. Disitu kamu akan tahu bagaimana bisnismu dijalankan, apa target akhir yang ingin kamu capai dalam bisnismu tersebut, dan lain-lain. Nah, kamu mau bisnismu tetap kecil, atau jadi besar? (Di sesi ini akhirnya Pak B menjanjikan pada saya untuk mengajari membuat bisnisplan yang bagus, pertemuan selanjutnya saya disuruh membawa angka-angka transaksi dalam 1 tahun terakhir)

Pak B, menurut anda sebua perusahaan yang kita bangun itu nantinya harus dijual kepada investor atau tetap kita pertahankan saja sampai anak cucu kita hingga 3-10 generasi kedepan? bagaimana menurut anda?

Nah, itu kembali lagi bagaimana bisnisplan anda dibuat. Maunya anda bagaimana, tuangkan dalam bisnisplan. Kalau menurut saya, bagusnya bisnis itu memang harus dijual atau merger untuk memperkuat potitioning perusahaan. Di Indonesia jual beli perusahaan itu memang hal yang tidak lazim, tapi di Amrik sono bahkan di negara tetangga kita di Malaysia, jual beli perusahaan adalah hal yang sangat lumrah. Saya sendiri mempunyai tim riset yang selalu mencari perusahaan-perusahaan yang bisa kami beli. Bahkan seringkali owner perusahaan tersebut tidak tahu kalau bisnisnya sedang diincar para investor. Yang lucu, kadang owner perusahaanya belum tahu, tapi kita para investor ini sudah saling berebut untuk mendapatkan perusahaan tersebut.

Lalu, apa kriteria perusahaan yang akan  bapak  beli? apakah perusahaannya harus jalan bagus dan mempunyai profit tinggi?

Ooo tidak harus begitu mas. Perusahaan yang sedang rusak pun sering saya perbaiki lalu saya jual kembali dalam keadaan baik. Banyak kriterianya dalam membeli perusahaan. Biasanya saya melihat dahulu trend global bidang apa yang sedang naik pesat. Kalau saat ini, trend yang bagus adalah bidang IT, makanan dan keuangan.

Apa yang bapak lihat terlebih dahulu sebelum membeli perusahaan? Apakah laporan keuangannya dahulu?

Banyak hal yang harus dilihat mas. Laporan keuangan itu bagi saya dan tim adalah no sekian. Laporan keuangan itu bisa dan mudah dibuat untuk dimanipulasi. Biasanya setelah saya melihat trend global, saya melihat siapa ownernya, lalu bagaimana budaya kerja di perusahaan tersebut. Itu hal yang paling penting bagi saya. Budaya kerja itu sangat penting sekali, karena dari situ saya bisa menghitung estimasi berapa lama perusahaan tersebut bisa ‘diperbaiki’  untuk kemudian dijual kembali dengan harga yang bagus.

Setelah membeli perusahaan, pastinya banyak orang yang diganti dong pak?

Ya pasti itu. Biasanya manajer keuangan pasti akan saya ganti dengan orang saya dahulu. Dari situ saya bisa melihat performance pada divisi-divisi lain yang berkaitan. Itu menentukan mereka perlu diganti juga atau tidak. Kedengarannya sadis memang. Tapi yah, inilah sistem kapitalis..

Lalu bagaimana Pak B dalam menentukan harga sebuah perusahaan? Apakah dihitung dari aset yang dimiliki perusahaan?

Aset memang juga menentukan,  tapi bukan hal yang paling utama. Yang membuat mahal sebuah perusahaan adalah network yang dimilikinya. Bagaimana perusahaan tersebut menjalin kerjasama dengan partner2 dan customernya. Apakah hubungan mereka baik dan tiap waktu semakin meningkat atau tidak. Budaya kerja, tim yang solid, karakter perusahaan juga menentukan harga sebuah perusahaan disamping indikator-indikator lainnya (Pak B dalam sesi ini juga menyampaikan bahwa hal ini sebaiknya dibahas lebih detil dalam pertemuan selanjutnya). Aset kadangkala sangat menetukan juga bagi investor, karena bisa jadi investor ingin membeli perusahaan tersebut karena perusahaan tersebut berlokasi di lokasi yang sangat strategis.

Kalau jual beli perusahaan itu sudah biasa, kenapa ya di Indonesia hal tersebut tampak tabu?

Itulah beda kultur masyarakat kita. Kebiasaan disini begitu perusahaan tersebut berdiri, kalau bisa didekap sampai mati. Maksudnya sampai perusahaan tersebut memang benar-benar mati hehe. Semua perusahaan ada kecenderungan kurva naik lalu mencapai puncak dan akhirnya turun. Itu terjadi dalam semua bisnis. Dengan menjual sebagian atau seluruh saham kita dalam perusahaan, juga bisa memperkuat bargaining perusahaan kita. Contoh :  Sampoerna yang akhirnya dijual ke Philip Morris. Sampoerna menjual sebagian besar sahamnya karena dia tahu beberapa tahun ke depan bisnis rokok tidak aman. Dia beralih ke bisnis lain. Dan dia tahu dengan dijual ke Philip Morris yang dari Amerika, pemerintah Amerika juga bisa membantu menekan pemerintah Indonesia supaya industri rokok tidak terlalu diganggu. Nah itulah salah satu keuntungan  merger atau akuisisi.

Hahaha, Indonesia lagi-lagi jadi boneka perusahaan lain…

Yah itulah mas negara kita tercinta ini. Semua partai asyik mencari keuntungan sendiri-sendiri. Negara-negara lain itu sebenarnya tahu power negara kita sangat kuat di Energi. Negara lain takut akan hal  itu. China karena sudah sangat over likuiditas, berani membeli dan mengkontrak sumber energi kita selama 30 tahun dan dibayar di depan. Akhirnya kita hanya melongo saja saat mereka bisa membuat in dan itu yang membuat ekonomi mereka makin kuat. Sementara negara kita makin jadi bulan-bulanan saja. Banyak sekali produk-produk yang dieksport ke LN dengan harga murah dan kemudian orang kita mengimpornya lagi dengan harga yang tinggi. Lah itu kan produk kita  sendiri yang cuman dikasih merk negara lain. Hal yang sama berlaku untuk produk energi. Kita jual murah ke dunia, lalu kita beli lagi dengan harga tinggi. Ini yang bodoh siapa ya? hehehe

Oya pak, bicara tentang China. Katanya tenaga kerja Indonesia sekarang ini upahnya lebih rendah dibanding China dan India yang terkenal paling rendah, sehingga banyak demo buruh disini?

Kalau secara nominal memang lebih rendah. Tapi secara produktifitas kerja, tenaga kerja kita kalah jauh dibanding kedua negara tersebut. Karena kalah produktifitas, bisa dikatakan lebih murah tenaga kerja di India dan China daripada di Indonesia sendiri. Ini sudah menjadi kultur budaya kita. Memang susah untuk merubahnya.

 

 

 

 

 

1 Comment Obrolan dengan sang guru bisnis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *