Ini uang saya, Ini uang perusahaan saya

PRIVE adalah salah satu kata favorit dalam dunia bisnis,
sekaligus kata yang “menyeramkan”.

Favorit,
karena berarti kita bisa “memperoleh” uang dari sebagian kas perusahaan,
tentu saja untuk keperluan pribadi kita.

Menyeramkan,
kalau penggunaan si prive ini tidak terkontrol bisa – bisa bisnis kita akan hancur berkeping-keping hehehehe..

Sebagai pengusaha pemula, mungkin kita semua mengalami betapa sulitnya mengatur si prive ini. Begitu juga hal yang saya alami beberapa tahun lalu sewaktu saya masih membangun kendaraan bisnis yang pertama. Begitu dapat profit kecil, si prive mulai menggoda untuk segera dibelanjakan. Begitulah seterusnya godaan-godaan si prive ini hampir tidak bisa ditolak, dan akhirnya secara tidak sadar bisnis kita hanya jalan di tempat karena terus-terusan digerogoti si prive ini.

Dulu, sewaktu masih merintis usaha saya bertindak sebagai single fighter, bertarung sendirian mengerjakan semuanya dalam bisnis saya. Saya bisa bertindak sebagai karyawan produksi, marketing, sales, direktur dan sebagainya. Karena itulah, dulu saya menganggap bahwa keuntungan bisnis adalah milik saya sepenuhnya. Hal ini tentu benar bahwa semua milik saya karena saya yang mempunyai bisnis. Yang salah adalah saya tidak bisa membedakan mana uang pribadi saya dan mana uang “yang seharusnya” digunakan untuk memutar roda bisnis.

Saya baru mulai sadar setelah saya membaca buku-bukua finansial, sebuah ilmu yang dulu di SMA sangat saya benci! Di situlah saya menemukan arti si prive ini dalam arti sebenarnya. Ternyata jauh dari pandangan saya selama ini tentang arti sebuah prive.

Setelah sadar akan arti prive ini, saya akhirnya tidak lagi menulis “prive” dalam laporan kas perusahaan. Saya menggantinya dengan “gaji” yang besarnya tetap dan periodik setiap satu bulan sekali.

Jadi sekarang saya punya 2 arus kas.
1 arus kas perusahaan dimana arus kas masuk dan keluar terjadi hampir tiap hari.
Dan 1 arus kas pribadi, dimana arus kas masuk hanya 1 bulan sekali (karena digaji), dan sisanya adalah arus kas keluar yang terjadi hampir tiap hari, hehehehe..

Bagaimana kalau dalam tengah bulan saya kehabisan uang?
saya menuliskan di arus kas perusahaan dengan “hutang“, bukan lagi “prive“.
Artinya, nanti sewaktu saya menerima “gaji” saya akan mengembalikan lagi besarnya hutang tersebut.

Dengan memisahkan arus kas bisnis dan arus kas pribadi,
saya lebih cepat menganalisa pertumbuhan bisnis saya sendiri.
Apakah bulan ini ada pertumbuhan yang bagus dibanding bulan kemarin?
apakah bulan ini omsetnya lebih besar daripada bulan kemarin?

Dan yang lebih penting, dengan memisahkan arus kas bisnis dan arus kas pribadi,
saya lebih bisa mengontrol kebutuhan-kebutuhan pribadi saya.
Pengeluaran apa yang bisa diminimalisir,
apa yang bisa di-efisiensikan lagi, dan sebagainya.

Bahkan sekarang dalam membeli barang-barang untuk keperluan pribadi,
saya mengkategorikannya: apakah barang yang akan saya beli masuk kategori “kebutuhan” atau “keinginan”.
Kalau masuk kategori “keinginan” saya harus rela menunggu ada sisa tabungan.
Namun kalau sudah masuk kategori “kebutuhan”, yang prioritasnya diatas kategori “keinginan” sayapun tetap berpikir lagi, karena barang yang akan saya beli ini minimal harus memiliki 3 nilai kebutuhan bagi saya. Salah satunya harus ada “alasan” untuk membantu pertumbuhan bisnis saya.

Salam berhemat!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *