Undercover BOSS

Inspirasi pagi ini muncul saat selesai menonton sebuah acara baru, sebuah reality show yang menampilkan para CEO perusahaan-perusahaan besar dunia harus turun ke level paling bawah perusahaannya untuk melihat secara real proses bisnis perusahaannya. Acara ini berjudul Undercover BOSS yang ditayangkan BBC Knowledge setiap selasa jam 6 pagi.

Adalah Coby Brooks, Presiden dan CEO Hooters, sebuah waralaba restoran sukses di Amerika yang menjual sayap dan bir. Hooters ini telah memiliki ratusan gerai waralaba di USA. Dan Coby Brooks adalah generasi ke-2 yang meneruskan bisnis warisan ini dari mendiang ayahnya, Robert Brooks yang meninggal pada 2006 silam.

Singkat cerita, Coby Brooks mengajak rapat semua jajaran manajemen tertingginya karena sepeninggal ayahnya, bisnis Hooters agak meredup. Coby akhirnya menyatakan bahwasannya dia akan turun tangan sendiri selama seminggu penuh untuk menyamar menjadi pegawai paling rendah di restauran yang dikelola oleh Franchiseenya. Ribuan pegawainya yang dia temui pun tidak ada yang mengenali Coby karena memang hampir semua pegawai tidak pernah bertemu langsung dengan Coby. Suasana reality show inipun tidak juga membuat para pegawai curiga karena mereka mengira ini adalah acara reality show biasa yang menampilkan perjalanan seseorang dalam mendapatkan pekerjaan barunya.

Selama 7 hari petualangannya melamar pekerjaan di beberapa restoran waralaba miliknya sendiri itulah, Coby menemukan berbagai hal mendasar yang mungkin dilupakan namun sangat berdampak besar bagi perusahaannya. Coby jadi tahu bagaimana karyawannya di level terendah memperlakukan pelanggan mereka, bagaimana kebersihan dapur tetap terjaga, bagaimana gaya manajemen restoran memperlakukan karyawannya. Bahkan saat Coby ikut dalam tim promosi yang mensurvey masyarakat sekitar tentang keberadaan Hooters, dia semakin tahu mengapa pelanggan suka dan juga sangat benci dengan Hooters.

Reality Show yang menarik, dalam salah satu ‘adegan’ bahkan Coby sempat menangis saat dalam penyamaran, dia menanyakan kepada salah satu karyawannya apakah karyawannya itu tahu siapa pemilik bisnis Hooters ini. Sang karyawan menjawab “tidak tahu, tapi saya tahu bahwa pemiliknya telah meninggal. Dia sangat baik, hingga kami semua disini merindukannya”. Lalu Coby berkata “mengapa demikian?”. Sang karyawan menjawab kembali “Karena dia penuh perhatian kepada kami, bonus kami lebih besar daripada sekarang dan semua orang senang dan bangga bekerja disini. Tidak seperti sekarang yang lebih banyak tekanan dan bonusnya kecil”. Coby pun menangis sambil mengingat mendiang almarhum ayahnya.

Singkat cerita, pengalaman penyamaran 7 hari itupun dipaparkan di rapat internal perusahaannya. Sang pegawai yang pernah berinteraksi dengan Coby dipanggil ke kantor pusat untuk bertemu dengannya. Sudah pasti, semuanya kaget karena ternyata ‘pegawai baru’ dengan nama samaran ‘Scottie’ tersebut ternyata adalah pemilik perusahaan tempatnya bekerja. Di akhir cerita, diceritakan dalam beberapa bulan ke depan, bisnis Hooters perlahan-lahan mulai menunjukkan grafik yang menanjak.

Kita sebagai pemilik bisnis kadangkala lupa akan hal ini. Terlalu sibuknya kita dalam rutinitas bisnis sehari-hari kadang memang sering melupakan hal-hal kecil namun mendasar yang dilakukan oleh karyawan kita. Hal-hal kecil tersebut, kalau sifatnya kurang bagus memang tidak langsung memberikan efek buruk saat itu juga, namun secara pasti lambat laun dapat menggerogoti nilai perusahaan kita. Justru inilah yang sangat berbahaya, karena kita sebagai pemilik bisnis tidak menyadarinya.

Saya jadi ingat obrolan saya dengan sopir bluebird beberapa waktu yang lalu di Jakarta. Menurut pak sopir, Pak Purnomo sang CEO Bluebird sekaligus pendirinya tersebut, dalam beberapa periodik selalu menyempatkan ‘menyamar’ menjadi sopir taksi. Kata Pak Purnomo, hal ini selain untuk mengenang masa lalunya saat pertama kali mendirikan Bluebird, juga agar tahu bagaimana tanggapan masyarakat atas bisnis yang dijalankannya. Tapi meski ‘menyamar’ menjadi sopir sesungguhnya di BlueBird, di belakang taksi yang disopirinya ada mobil pribadi yang mengawalnya. Maklum, usia Pak Purnomo sudah sepuh, takut ada apa-apa kalau lagi di jalan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *