Meskipun Generasi Z (Pivotals) adalah digital natives dan sering kali dianggap sebagai generasi yang lebih cenderung berbelanja online, mereka tetap menikmati pengalaman berbelanja di pusat perbelanjaan atau mall. Berbeda dengan asumsi bahwa mall akan menjadi kurang relevan dengan adanya belanja online, Generasi Z justru menemukan nilai dalam pengalaman berbelanja secara fisik.
Pusat perbelanjaan menawarkan aspek-aspek tertentu yang tidak dapat ditiru sepenuhnya oleh pengalaman belanja online, seperti kemampuan untuk menyentuh, merasakan, dan mencoba produk secara langsung sebelum melakukan pembelian. Selain itu, berbelanja di mall memberikan kepuasan instan karena konsumen dapat langsung membawa pulang produk yang mereka beli tanpa harus menunggu pengiriman.
Menurut sebuah studi dari Retail Perceptions yang disebutkan dalam buku, remaja lebih memilih untuk membeli makanan, produk kesehatan dan kecantikan, sepatu, dan pakaian secara langsung di toko. Ini sebagian besar disebabkan oleh manfaat dari “try-before-you-buy” (mencoba sebelum membeli), tetapi juga tidak boleh mengabaikan peran dari bantuan penjualan yang membantu konsumen memahami produk yang akan mereka beli.
Pelayan toko ada untuk membantu, bukan mendorong penjualan.
Pengalaman di toko yang lebih “manusiawi”, seperti integrasi musik yang menggairahkan dan penjualan orang yang ramah dan membantu—apapun yang membuat pengalaman pelanggan lebih personal, menarik, dan menyenangkan, termasuk Wi-Fi gratis, menjadi penting. Selain itu, memastikan bahwa pelayan toko ada untuk membantu, bukan mendorong penjualan. Menjawab pertanyaan, bukan “menjual.” Dan yang paling penting, memperlakukan Generasi Z dengan hormat dan apresiasi. Setiap tanda merasa diremehkan atau diabaikan akan mengirim mereka langsung ke pelukan kompetitor.
Mall juga menyediakan lingkungan sosial di mana Generasi Z dapat bertemu dengan teman-teman dan menghabiskan waktu bersama, memberikan nilai tambah yang tidak bisa diberikan oleh belanja online. Pengalaman berbelanja di mall menjadi lebih dari sekadar transaksi; itu adalah aktivitas sosial dan hiburan.
Salah satu contoh inovasi dalam pengalaman berbelanja adalah Neiman Marcus yang mengintegrasikan Cermin Realitas Tertambah 3D, yang disebut “Cermin Ajaib”, di beberapa lokasinya untuk melengkapi layanan pelanggan dan memungkinkan konsumen untuk mencoba berbagai produk dan aksesori secara “ajaib”.
Urban Outfitters, sebagai studi kasus lain, telah mengambil langkah maju dalam ritel eksperimental dengan mengubah toko-toko fisik mereka menjadi lebih dari sekadar tempat membeli pakaian. Dengan menawarkan salon rambut, kedai kopi, teknologi baru, dan lain-lain dalam lokasi mereka, Urban Outfitters berusaha menciptakan pengalaman belanja yang revolusioner.
Perbandingan dengan generasi sebelumnya, seperti generasi Milenial, menunjukkan bahwa meskipun generasi sebelumnya juga menghargai pengalaman berbelanja, Generasi Z memiliki ekspektasi yang lebih tinggi terhadap integrasi teknologi dan personalisasi dalam pengalaman berbelanja mereka. Generasi Z lebih terinformasi, lebih kritis terhadap merek, dan mencari lebih dari sekedar produk saat berbelanja. Mereka ingin merasa dihargai, terhubung, dan bagian dari komunitas saat berada di dalam toko. Ini menunjukkan pergeseran dari fokus pada produk menjadi fokus pada pembangunan hubungan dan pengalaman yang kaya saat berbelanja.
Pada akhirnya, “Long Live the Mall” menyoroti bahwa, meskipun ada kemajuan teknologi dan perubahan dalam perilaku konsumen, pusat perbelanjaan masih memiliki peran penting dalam kehidupan Generasi Z. Mereka mencari pengalaman yang menyenangkan dan menghibur, dan mall masih dapat memenuhi kebutuhan tersebut dengan cara yang unik. Ini menandakan bahwa untuk sukses di era digital, pengecer perlu menawarkan lebih dari sekadar produk; mereka harus menciptakan pengalaman belanja yang menarik dan mengesankan bagi konsumen.