Mari ber do-be-do-be-do

to be is to do (Camus)
to do is to be (Sartre)
do be do be do (Sinatra)

Kalimat lucu ini saya temukan di meja seorang redaktur New York Times.Camus bilang hidup itu adalah untuk melakukan sesuatu. Sartre bilang: melakukan pekerjaan itulah yang memberi arti hidup. Dan Sinatra dengan santai terus menyanyi do be do be do…

Karena kita bukan penyanyi, maka yang menjadi persoalan bagi kita adalah hidup dan melakukan sesuatu itu. Keduanya berbanding lurus dan proporsional. Semakin berarti apa yang kita lakukan, akan semakin berarti pula hidup kita. Dan kalau kita tidak lengkap – karena jantung kita sering ngadat, karena lambung kita bertukak – maka apa yang kita lakukan pun sering terganggu.

Mutu hidup kita mempengaruhi mutu pekerjaan kita, begitu pula sebaliknya. Seorang yang bekerja 16 jam sehari akan cepat kena penyakit yang akan menghalangi langkah berikutnya. Seorang manajer penjualan, yang selalu bersin dan pilek bila menginspeksi pasar mungkin akan segera dipindah ke bagian personalia. Seorang direktur yang baru bangun tidur pukul sembilan pagi, dan sudah menguap lebar-lebar pada pukul lima sore, mungkin tidak akan berumur lama pada kursinya.

Tetapi tanpa Camus tanpa Sartre – apalagi Sinatra – kita memang sudah bekerja keras. Pagi-pagi anda sudah berangkat dari rumah karena mengejar pesawat ke Bandung. Selesai urusan di Bandung, anda hanya sempat makan siang dua potong lemper di bandara Sukarno-Hatta, sambil
menunggu pesawat terakhir kembali ke Surabaya.

Siang itu juga dua orang kontraktor sudah menunggu di kantor Anda. Pukul lima sore Anda berangkat lagi menghadiri cocktail party sambil mendengar presentasi hasil riset produk anda. Lepas itu Anda masih harus singgah sebentar untuk minum segelas Martini di Hilton dengan relasi.

Pukul delapan malam baru Anda dapat melihat rumah kembali. Anda hanya sempat mencium istri sambil melepas dasi, mencium pipi si Bungsu sambil melepas sepatu kanan, dan mencium si sulung sambil melepas sepatu kiri. Lalu anda menyambar koran sore dan membaca sambil berendam dalam bak mandi.

Anda makan malam berdua dengan istri karena anak-anak sudah terlalu lapar menunggu anda. Sebelah telinga dan sebelah mata anda mengikuti siaran berita TV dan sebelah telinga lainnya mendengar laporan-aporan istri Anda tentang tagihan telepon yang agak tinggi, tentang anak-anak, dll.

Pukul 11 malam, Anda masuk kamar. Mungkin anda bercinta-cintaan sebentar, mungkin juga tidak!. Lalu anda tertidur pulas. Dalam mimpi ada orang bertanya, untuk apa Anda bekerja sekeras ini? anda jawab : untuk istri dan anak-anak.

Benarkah itu? mungkin saja anda tidak jujur menjawab. Sukses demi sukses yang anda raih bukanlah untuk keluarga, tetapi untuk memuaskan ego anda sendiri. Coba tanyai istri anda. Besar kemungkinannya ia memilih situasi dua tahun yang lalu ketika Anda masih bisa pulang
pukul lima sore dan menemaninya belanja ke Pasar Baru. Istri dan anak-anak tidak hanya senang menerima kelimpahmewahan yang anda berikan. Mereka pun ingin melihat anda pulang dengan segar dan penuh gairah: sebagai suami dan ayah yang mesra dan penuh kasih sayang.
Melakukan sesuatu memang tidak semata-mata melakukan pekerjaan. melakukan sesuatu itu termasuk melakukan peran Anda sebagai kepala keluarga. jangan lupa, komitmen anda menikahi istri anda mungkin lebih dulu daripada komitmen tugas-tugas baru anda.

Terlambat? Belum! Sekarang pun dapat Anda lakukan. Anda sedang di kantor? Oke, beri tahu sekretaris Anda untuk menelepon istri anda dan katakan bahwa anda ingin mengajaknya makan siang di restoran yang disukainya. Dan kalau anda pulang sore nanti, belilah sekotak Lego dan ajaklah si bungsu merakitnya bersama. Istri anda gembira. Anak-anak senang. Dan anda bisa meniru Sinatra menyanyi do be do be do….

* Diambil dari tulisan Bondan Winarno, 1986. “Seratus Kiat Jurus Sukses Kaum Bisnis”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *