Mengapa Saya Sering Membuat Catatan (Kisah di Balik #CatatanSamDK)

posted in
on
by

Saya sering membuat catatan, baik untuk diri sendiri maupun untuk tim di bisnis saya. Kebiasaan yg saya mulai sejak 20 tahun silam ini kemudian saya bagikan di Instagram atau blog saya. Inspirasi saya datang dari beberapa tokoh besar dunia yang menunjukkan betapa pentingnya mencatat ide-ide dan pemikiran kita.

Richard Branson, pendiri Virgin Group, memiliki kebiasaan sederhana yang sangat efektif: setiap kali sebuah ide muncul di pikirannya, dia segera menuliskannya di notebook. Kebiasaan ini berkontribusi besar pada kesuksesannya yang bernilai miliaran dolar. Branson menyadari bahwa ide-ide yang tampak kecil sekalipun bisa menjadi sesuatu yang besar jika diberi perhatian yang cukup. Dengan mencatatnya, kita memberi kesempatan pada diri sendiri untuk kembali dan mengevaluasi ide tersebut di kemudian hari.

Aristotle Onassis, taipan pelayaran Yunani, juga melakukan hal yang sama. Dia selalu mencatat ide-ide, pertemuan dengan orang baru, dan fakta menarik. Onassis tidak tahu apakah semua catatannya akan berguna di masa depan, tapi dia mengerti bahwa melupakan ide-ide tersebut sama saja dengan kehilangan kesempatan. Mencatat terbukti menjadi penguat memori yang efektif dan membantu mengurangi beban pikiran. Dengan menuliskan apa yang ada di pikiran, kita memberi otak kita ruang untuk beristirahat dan fokus pada hal-hal lain.

Onassis tidak tahu apakah semua catatannya akan berguna di masa depan, tapi dia mengerti bahwa melupakan ide-ide tersebut sama saja dengan kehilangan kesempatan.

Kevin Kruse, seorang ahli produktivitas, merekomendasikan penggunaan notebook dan pena manual daripada aplikasi digital. Menulis secara manual memungkinkan kita untuk menambahkan lebih banyak detail dan mencoret-coret ide mentah dengan mudah. Namun, ada satu kendala kecil bagi saya: tulisan tangan saya sangat jelek, bahkan lebih buruk daripada tulisan dokter! Kadang, orang lain tidak bisa membacanya, dan yang lebih parah, saya sendiri pun sering kesulitan membaca kembali catatan saya. Jadi, meskipun menulis tangan memiliki kelebihan, saya lebih memilih metode digital untuk memastikan ide-ide saya bisa terbaca dengan jelas 😂.

Catatan saya mungkin terlihat acak karena topik yang saya bahas tergantung dari buku dan situasi yang sedang saya pelajari. Saya sudah lama membiasakan diri meluangkan waktu 10 hingga 30 menit sehari untuk membaca, bahkan kadang hingga 60 menit. Di rumahoun, budaya membaca saya tularkan ke semua anak-anak. Rak lemari perpustakaan berisi aneka macam buku hampir pasti ada di setiap sudut ruangan. Dari bacaan-bacaan itu, untuk memperkuat ingatan, saya harus menuliskannya kembali. Menulis bukan hanya tentang menyimpan ide, tapi juga cara untuk memproses dan memahami informasi yang saya dapatkan.

Dulu, saya menulis di blog pribadi yang tidak saya publikasikan. Awalnya saya menulis di blogspot sejak kira2 tahun 2004, lalu berganti ke samdk.net. Blog itu menjadi tempat saya menyimpan semua catatan dan pemikiran saya. Namun, lama-kelamaan banyak teman yang menyukai tulisan saya dan meminta agar blog saya dibuka untuk umum. Mereka mungkin menemukan nilai dalam catatan-catatan saya dan merasa bahwa tulisan-tulisan tersebut bisa membantunya juga. Itulah cerita di balik hashtag #CatatanSamDK.

Menulis catatan bukan hanya tentang mencatat informasi; ini adalah cara untuk menjaga agar ide-ide kita tetap hidup dan berkembang.

#CatatanSamDK

Ebook SamDK

About The Author

SamDK

Bagi saya menulis merupakan bagian dari proses pembelajaran. Orang belajar biasanya akan membuat catatan-catatan bagi dirinya sendiri. Blog ini, sesungguhnya merupakan “catatan pribadi” yang kadang bersumber dari pengalaman pribadi atau sekedar meresume sebuah buku yang sedang dibaca agar tak lupa. Seperti quote favorit saya dari Ali bin Abi Thalib yang mengatakan “Ikatlah ilmu dengan menuliskannya”.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *